Sebelum saya mengkaji lebih jauh tentang peran ulama, ada baiknya saya akan sedikit mengulas siapa yang disebut ulama. Kata “ulama” adalah jamak dari kata “alim” yang berarti orang-orang yang berilmu. Ada juga yang memaknai bahwa “ulama” adalah orang-orang yang berilmu dan juga mengamalkan ilmunya. Dan ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu agama. Sebab ilmu yang menjadi tolak ukur dalam banyak hadits Rasulullah saw. adalah ilmu agama.
Peran ulama di tengah-tengah masyarakat sangatlah penting dan jarang sekali bisa tergantikan oleh generasi setelahnya. Sebab, ulama bukanlah gelar formal ataupun julukan bagi seseorang. Ulama-lah yang akan menjadi rujukan masyarakat. Maka, sebagai rujukan, tentu harus bisa menjadi teladan yang baik. Ulama lahir dari penghormatan dan pengagungan masyarakat pada seseorang.
Ulama-ulama zaman dahulu adalah ulama-ulama yang terbaik. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. “Generasi terbaik adalah generasi zamanku, lalu setelahku, lalu setelahnya, kemudian setelahnya dan seterusnya”. Ulama zaman dahulu menjadi rujukan bagi ulama zaman sekarang. Jadi, sangatlah wajar kalau ulama dahulu lebih baik dari ulama sekarang. Saya ambil contoh Imam Syafi’i, salah seorang ulama besar zaman dahulu yang sangat alim dan bijaksana dalam mengambil suatu hukum. Sampai sekarang belum ada ulama yang bisa menandingi beliau dari segi kealimannya. Ini menunjukkan sedikit bukti bahwa ulama dahulu lebih alim dari ulama sekarang.
Seiring berjalannya waktu, kata “ulama” menjadi sedikit ternoda oleh perkembangan zaman dan semakin memudarnya persepsi masyarakat terhadap sosok ulama. Kalau dulu ulama menjadi tuntunan, sekarang ulama hanya menjadi sekedar tontonan. Kalau dulu ulama menjadi teladan, sekarang ulama hanya dijadikan peran-peranan. Ironis…
Peran ulama di masyarakat akan terasa lengkap jikalau masyarakat bisa menjadi partner yang baik. Ulama zaman sekarang akan terasa sulit mengembangkan ilmu dan dakwahnya jika masyarakatnya menjadi penghambat. Maka, antara ulama dan masyarakat harus bahu-membahu secara bersama-sama membangun generasi-generasi muda menjadi generasi yang baik. Sebab, ulama dan masyarakat menjadi faktor penting bagi kebaikan suatu daerah. Jika suatu daerah tidak ada ulama, maka tunggulah kehancuran daerah tersebut.
Ulama akan menjadi panutan masyarakatnya manakala ulama tersebut mempunyai akhlaq yang baik. Sebab, dengan mengedepankan akhlaq-lah masyarakat akan mudah menaruh hormat. Biar pun zaman sekarang sebagian masyarakat mempunyai persepsi yang berbeda. Namun yang terpenting ulama harus menjadi teladan yang baik dalam hal perilaku akhlaqnya.
Peran ulama laksana bintang-bintang yang menerangi malam. Maka, tidak heran jika suatu daerah banyak terdapat ulama akan tentram dan tenang daerah tersebut. Namun, bila suatu daerah tidak ulama akan terasa hampa dan kosong daerah tersebut. Mudah-mudahan di zaman yang penuh godaan ini, akan muncul ulama-ulama yang menerangi dunia dengan ilmu dan akhlaqnya, dengan nasihat dan tuntunannya, dan dengan pesan bijak dan kesantunan berfikirnya.
Ada beberapa sabda Rasulullah saw. tentang peran ulama :
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مَثَلَ الْعُلَمَاءِ فِي الْأَرْضِ كَمَثَلِ النُّجُوْمِ فِي السَّمَاءِ يُهْتَدَى بِهَا فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ فَإِذَا انْطَمَسَتْ النُّجُوْمُ أَوْشَكَ أَنْ تَضِلَّ الْهُدَاةُ
Nabi saw. bersabda: "Perumpamaan para ulama di bumi seperti bintang-bintang di langit, digunakan sebagai petunjuk dalam kegelapan di daratan dan lautan. Jika bintang-bintang itu hilang, dikhawatirkan orang-orang yang mencari petunjuk menjadi sesat." (HR. Ahmad)
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَشْفَعُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَلَاثَةٌ الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْعُلَمَاءُ ثُمَّ الشُّهَدَاءُ
Rasulullah saw. bersabda: "Tiga golongan yang akan memberi syafa'at (pertolongan) kelak di hari Kiamat, yaitu; para Nabi kemudian para ulama lalu para syuhada." (HR. Ibnu Majah)
إِنَّ اللهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ النَّاسِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يَتْرُكْ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوْسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوْا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوْا وَأَضَلُّوْا
“Sesungguhnya Allah akan menghapus ilmu agama tidak dengan cara mencabutnya secara langsung dari hati umat manusia. Tetapi Allah akan menghapus ilmu agama dengan mewafatkan para ulama, hingga tidak ada seorang ulama pun yang akan tersisa. Kemudian mereka akan mengangkat para pemimpin yang bodoh. Apabila para pemimpin bodoh itu dimintai fatwa, maka mereka akan berfatwa tanpa berlandaskan ilmu hingga mereka tersesat dan menyesatkan.” (HR. Muslim)
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا سَلَكَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيْتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
"Barangsiapa meniti jalan untuk menuntut ilmu (agama), maka Allah akan mempermudahnya jalan ke surga. Sungguh, para Malaikat merendahkan sayapnya sebagai keridlaan kepada penuntut ilmu. Orang yang berilmu akan dimintakan maaf oleh penduduk langit dan bumi hingga ikan yang ada di dasar laut. Kelebihan serang alim dibanding ahli ibadah seperti keutamaan rembulan pada malam purnama atas seluruh bintang. Para ulama adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang banyak." (HR. Abu Dawud)
Wallahu A’lam
al-Faqier ila Rahmati Rabbih
Saifurroyya
13-10-14, Kaliwungu Kota Santri